Cuek dikit knapa?
Ini cerita tentang seorang kawan yg terlihat begitu alim;
dilihat dari ucapannya saat mengajar ilmu sosial-komunikasi di sebuah padepokan
ternama dan status-statusnya di medsos. Ilmu agamanya dalem lah. Ceritanya berguru
di berbagai padepokan silat kerap terucap dari lisannya. Memang sih bukan full
story, hanya penggalan fragment. Tapi cukuplah untuk memberi citra tentang
siapa dirinya.
Galau banget setelah sebuah telpon masuk saat kegiatan kelas
berlangsung. Pengajaran kembali normal, mengaduk-ngaduk isi kepala, melatih
ketepatan berpikir. Dan dia memang ahlinya.
Di akhir kelas, sesuatu pun terjadi. Dia cerita. Ceritanya sih
biasa banget. Tentang kerumitan sebuah keluarga. Tentang seorang anak manusia
yg mulutnya susah dimengerti dan berbisa, menyakiti siapapun di sekitarnya.
Yg aku heran, kenapa dia terlibat ke dalam kisah sinetron
seperti itu. Kok rasanya gak matching banget dengan pencitraannya selama ini. Apalagi
jika disandingkan dengan kecerdasan dan penguasaan ilmunya yg memang jarang
dimiliki.
Bisa cuek sdikit gak sih Sir. Hal yg begitu sih gak mutu
banget untuk dilibati. Ada banyak persoalan lain yg harus prioritas
diselesaikan. Kelompok kami juga terlibat dalam intrik internal seperti itu. Bedanya
kami bekerja dalam sebuah organisasi yg kelembagaannya jelas. Bukan terjun
bebas dalam masyarakat seperti itu. Yg gak jelas siapa dan apa goalnya.
Esok paginya dia terlihat ceria. Ya kan saya sudah cuek,
katanya. Dan dia pun kembali cerdas seperti sedia kala. Kagum juga dengan
kecepatannya menerima feedback.
Beberapa hari kemudian jadi berpikir ulang. Setelah membaca
postingan satu paragraf seseorang tentang robot dan ahumanis-nya manusia di
masa depan. Mungkin tuh Mister memang memilih untuk minggle melebur bersama
masyrakat, yg memang seperti itu karakternya. Cair dan mengalir tanpa bentuk. Mungkin
organisasi yg katanya punya capaian luhung nan mulia ini, justru sedang
kehilangan humanisnya, kehilanganya roh-nya, seperti yg sudah kurasakan sejak
jauh beberapa tahun belakangan ini.
Comments