Kacung Kampret atau Kesenangan Berkarya?



Kacung Kampret atau Kesenangan Berkarya?


by Rita Mustikasari on Wednesday, September 30, 2009 at 10:48am


Sebagian besar orang akan menjawab gaji besar di urutan pertama. Tapi tidak semua akan menjawab itu. Pada umumnya itu adalah orang yg orientasinya mencari kesenangan duniawi semata. Ada juga orang kesenangaanya dalam hidup memang berkarya. Itu saja. Walau orang awam akan berkomentar, kalo sampe kesenangannya bekerja, itu karena naluri kacung kampret-nya tinggi! :D

Di luar perdebatan itu, jaminan dan kepastian adanya kesejahteraan pasti didambakan semua karyawan. Sebenarnya semua orang hidup, bukan hanya pada saat resmi bekerja disebuah lembaga. Tapi juga saat kita bertamasya atau menggunakan ruang publik lainnya. Misalnya pemberian THR pada hari2 besar keagamaan saat kebutuhan sehari2 meningkat. Asuransi kesehatan sebagai jaminan ketenangan kita bekerja. Asuransi jiwa dan kesehatan untuk wisatawan Pantai Pelabuhanratu. Yg ternyata klaim dari tiket masuk kawasan pantai (biaya retribusi untuk Pendapatan Asli Daerah) tidak bisa dicairkan karena terbentur Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Sukabumi (berita Jurnal Bogor 29 September 2009).

Apakah ini suatu keluhan?

Ketua MPR Nur Wahid dalam wawancara pagi ini, mengatakan bahwa anggota MPR tidak disediakan dengan asuransi kesehatan. Dia menceritakan bagaimana pekerjaan sosialisasi undang2 yg dilakukan anggota MPR ke pelosok2 di Papua dan menyusuri sungai2 di Kalimantan. Dia juga berbagi pengalaman tidak terlupakan saat bis yg ditumpanginya hampir masuk jurang.

Bukan hanya anggota MPR yg merupakan sebuah pekerjaan mulia karena mereka adalah representasi rakyat dan memperjuangkan kebutuhan orang banyak. Kalau diliat2 aktivis LSM juga banyak melakukan jenis pekerjaan seperti itu. Cuman status legalnya memang Non-Government, organisasi non-pemerintah (ORNOP). Tapi kalau merujuk harapannya Prof Sajogyo saat penterjemahan NGO menjadi LSM (ato Gerakan Rakyat), memang terkandung harapan agar suatu hari kerja2 lembaga ORNOP ini dibiayai oleh rakyat. (diskusi lebih jauh soal membedakan antara LSM dan Gerakan Rakyat oleh seorang penulis artikel LSM Erwin Basrin di http://www.facebook.com/profile.php?id=1536862919#/note.php?note_id=160712187494&ref=mf).

Jadi salahkah kalau kita berharap ada kepastian seperti layaknya asuransi bekerja dan sedikit tunjangan kesejahteraan saat kita berkarya? Siapa yg bertugas menyediakan fasilitas itu? Tentu saja lembaga dimana kita berkarya. Bagaimana dengan para PKL, pemulung barang bekas, petani yg secara legal formal tidak memiliki dan terdaftar pada satu kelembagaan resmi? Atau para pelancong di Pantai Pelabuhanratu? Wah yah negara yg harusnya bertanggung-jawab kalau udah rumit2 kayak begitu. Khan itu menyangkut poverty dan public service.

Ah ini hanya suatu kebingungan diri. Mungkin baik petunjuk dari koran Jurnal Bogor hari kemarin. Tentang bagaimana memompa semangat kerja.

Jangan menyia-nyiakan peluang. Jangan terlalu banyak memikirkan masalah uang atau penghasilan yg anda peroleh. Jauh lebih penting anda memperoleh tanggungjawab yg sesuai dengan kemampuan anda. Lalu bersungguh2 mengerjakannya. Pikirkan bagaimana anda bisa memperbaiki keadaan yang ada dalam tanggung jawab anda. Seringkali keberhasilan besar bersembunyi dibalik sebuah peluang yg kelihatannya sepele.

Tapi memang bukan soal besaran kompensasi yg menjadi concern ku disini. Sama seperti Pak Sukri, paman korban di Pelabuhanratu yg tidak menuntut santunan dari alokasi APBD. Tapi suatu apresiasi yg lebih bersifat manusiawi. Aku tahu banyak lembaga yg menggaji karyawannya dengan angka yg biasa2 saja atau cenderung minus. Tapi sang HRD dan direktur membicarakan semuanya secara terbuka. Mereka punya hubungan yg baik dan komunikasi terbuka.

Andai saja...

Bisa nggak closing ato malah kabur dengan anggun?

Semoga ini hanya pengaruh PMS. Atau jangan2 sindrom siklus 7 tahunan. Menjadi bosan di satu titik setelah setiap 7 tahun. Hmmm... Bedanya kali ini terasa lebih asik dengan isu yg digeluti. Dan jelas punya network yg lebih kuat. Mungkin memang waktunya mengambil tantangan yg lebih besar. Sesuatu yg dikelola sendiri. Bukan cuman ngegedein naluri jadi kacung kampret!


Comments

Popular Posts